RSS
Semoga Undang Undang Ketenaga Listrikan yang telah disahkan menjadikan RAKYAT INDONESIA MAKMUR DAN RAKYAT KECIL BISA MENIKMATI LISTRIK YANG LEBIH MURAH, bukan PETINGGI,PENGUASA,ATAU MUNGKIN MAFIA EKONOMI yang makmur.
lowongan kerja di rumah

KONTROVERSI LISTRIK SWASTA

Senin, 14 September 2009

KONTROVERSI LISTRIK SWASTA

(PENUNJUKAN LANGSUNG PT PEC SEBAGAI PEMILIK PLTU PAITON 3)

Point penekanan perjuangan SP PJB adalah:

1. Berdasarkan master plan pembangunan kawasan PLTU Paiton yang didesain pada tahun 1985, Common Asset Facilities (Chlorination plant, coal handling system, Water Treatment Plant, H2 Plant, Double conveyor, Ship Unloader, Oil Jetty, Coal stockyard, intake tunnel) yang dibangun sebagai auxiliary plant PLTU Batubara 4 x 400 MW (unit 1,2,3 dan 4) senilai US$ 163/kW, dengan adanya penunjukan langsung PT PEC (Paiton Energy Company) sebagai IPP yang berhak membangun, memiliki dan mengoperasikan PLTU Paiton unit 3 tanpa melibatkan PT PJB sebagai pemilik Sertifikat HGB & common asset facilities, maka nilai investasi yang telah ditanamkan sejak tahun 1992 senilai US$ 130,706,427 (untuk 2 x 400 MW) menjadi tidak termanfaatkan, sehingga hal tersebut berpotensi menimbulkan kerugian Negara sebesar Rp. 1,24 Triliun.

2. Bahwa proses tender terbatas yang dipublikasikan di media massa pada pertengahan Februari 2007 yang hanya diikuti PT PEC & PT Jawa Power dan akhirnya PT PEC ditunjuk langsung sebagai pemenang pada tanggal 30 Mei 2007 hanyalah upaya pembohongan public, karena pada tahun 2004 telah ada kesepakatan antara PLN dengan PT PEC dan hasil keputusan RUPS PT PJB jelas-jelas dikatakan bahwa PT PJB tidak boleh membangun PLTU Paiton unit 3&4. Kronologis proses penunjukan PT PEC sebagai pemilik & pengelola PLTU Paiton unit 3 adalah sebagai berikut:

· 16 Juni 2004, Dirut PT PLN (Persero) menerima surat penawaran investasi dari Direktur Welback Industrial Limited (investor dari Hongkong). Surat tersebut juga ditembuskan kepada: Menneg BUMN (Laksamana Sukardi), Menteri ESDM (Purnomo Yusgiantoro), Dirjen LPE (Yugo Pratomo), Sekjen kementrian ESDM (Luluk Sumiarso), Deputy Menneg BUMN (Roes Aryawijaya), PT Winata Karya Prima (KMT Pangarsosunu).

· 16 Agustus 2004, Dirut PT PLN (Persero) menerima surat penawaran harga listrik dari Direktur Welback Industrial Limited (investor dari Hongkong), dengan nilai penawaran total (komponen A, B, C & D) sebesar US$ 0,0426/kWh. Surat tersebut juga ditembuskan kepada: Presiden RI (Megawati Soekarno Putri), Dubes China di Indonesia (Tan Wei Wen), Menko Ekonomi (Dorojatun Kuntjorojakti), Menneg BUMN (Laksamana Sukardi), Menteri Keuangan (Boediono), Menteri ESDM (Purnomo Yusgiantoro), Dirjen LPE (Yugo Pratomo), Sekjen kementrian ESDM (Luluk Sumiarso), Deputy Menneg BUMN (Roes Aryawijaya), PT Winata Karya Prima (KMT Pangarsosunu).

· 27 September 2004, Dirut PT PLN (Persero) Bpk Eddie Widiono S mengirim surat balasan kepada Direktur Welback Industrial Limited yang isinya menyatakan bahwa pada saat itu PLN sedang melakukan negosiasi dengan PT PEC terkait Expansion Agreement (EA).

· 6 Nopember 2004, Dirut PT PLN (Persero) Bpk Eddie Widiono S menerima detail surat penawaran harga dan skema pembayaran listrik dari Direktur Welback Industrial Limited. Pada Surat tersebut, dipaparkan rincian harga komponen A sebesar US$ 0,0276/kW, komponen B sebesar US$ 0,003/kW, komponen C = US$ 0,011/kWh dan komponen D = US$ 0,001/kWh. Dengan skema pembayaran sbb:

- Welback Industrial Limited bersedia membayar semua biaya investasi dengan komposisi saham (welback 51% - PLN 49%), dan dana 49% tersebut adalah pinjaman lunak dari welback.

- Welback Industrial Limited bersedia bekerjasama dengan PLN atau Anak Perusahaan atau corporate lainnya yang ditunjuk oleh PLN.

- Welback Industrial Limited menjanjikan penyelesaian project dengan durasi 24-36 bulan.

Surat tersebut juga ditembuskan kepada: Presiden RI (Megawati Soekarno Putri), Dubes China di Indonesia (Tan Wei Wen), Menko Ekonomi (Dorojatun Kuntjorojakti), Menneg BUMN (Laksamana Sukardi), Menteri Keuangan (Boediono), Menteri ESDM (Purnomo Yusgiantoro), Dirjen LPE (Yugo Pratomo), Sekjen kementrian ESDM (Luluk Sumiarso), Deputy Menneg BUMN (Roes Aryawijaya), PT Winata Karya Prima (KMT Pangarsosunu).

· 17 Desember 2004, Dirut PT PLN (Persero) Bpk Eddie Widiono S mengirim surat kepada Direktur Welback Industrial Limited yang isinya menegaskan bahwa pada saat itu PLN sedang melanjutkan diskusi dengan PT PEC berdasarkan MOU yang telah ditandatangani antara PLN dengan PT PEC.

· 18 Januari 2007, dilakukan RUPS PT PJB yang intinya pemegang saham (PT PLN) melarang PT PJB untuk mengikuti tender pembangunan PLTU Paiton 34 dengan alasan PT PJB tidak mempunyai dana yang cukup untuk membangun pembangkit tersebut, dan dikhawatirkan akan menyulitkan keuangan PLN sebagai induknya. Padahal sebenarnya, jika PT PJB dijinkan untuk menggandeng partner maka Welback Industrial Limited telah bersedia mengucurkan modal 100% uang welback, dengan model sharing saham. Di mana saham welback : PT PJB = 51% : 49%, dan PT PJB tidak perlu mengeluarkan modal sedikitpun karena pinjaman lunak dari welback industrial dapat dibayarkan oleh PT PJB dari pendapatan PLTU unit 34 setelah beroperasi.

Selain itu, jika dikatakan bahwa PT PJB tidak mempunyai uang, maka hal itu tidaklah benar mengingat selama ini 100% saham PLTU Cilacap adalah dibiayai oleh PT PJB.

· 16 Februari 2007 dilakukan tender terbatas untuk pembangunan PLTU Paiton 34 dengan peserta PT PEC (pengelola PLTU Paiton unit 78) dan PT Jawa Power (pengelola PLTU Paiton unit 56).

· Tanggal 30 Mei 2007 PT PEC ditunjuk oleh PT PLN (Persero) sebagai pengembang PLTU Paiton 34.

· Pertengahan Agustus 2007 dilakukan penandatanganan Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) antara Presiden RI dengan PM Jepang Shinzo Abe (salah satunya adalah terkait PLTU Paiton unit 34 senilai US$ 720 juta)

· 4 Agustus 2008 penandatangan Power Purchase Agreement (PPA) antara PT PLN (Persero) dengan PT PEC yang dilakukan oleh Dirut PLN Fahmi Mochtar dengan Presdir PT PEC Kaizo Ogata. Dalam pers release PT PEC, disebutkan bahwa PT PEC berhak membangun, memilki dan mengoperasikan PLTU Paiton unit 3 dengan kapasitas 1 x 815 MW selama 30 tahun dengan total harga penjualan listrik US$ cent 4,3/kWh.

3. Berdasarkan pernyataan Deputy Direktur IPP PT PLN (Persero) Binarto Bekti Mahardjana, harga jual listrik dari PT PEC kepada PT PLN (Persero) senilai US$ 0,043/kWh, itu diasumsikan harga bahan bakar batubara yang dipakai adalah US$ 30/Ton dengan nilai kalor batubara 5000 kCal/kg (medium rank coal). Harga batubara yang disebutkan tersebut sangatlah tidak wajar, karena berdasarkan publikasi Indonesia Coal-Price Index (ICI) pada tanggal 6 Juni 2008 harga di pasaran untuk medium rank coal adalah US$ 75,58/Ton sehingga hal ini akan berpotensi menimbulkan pembengkakan harga jual listrik dari PT PEC kepada PT PLN (Persero) atau adanya kemungkinan PT PEC akan meminta bahan bakar batubara di pass trough oleh pemerintah (PLN). Saat ini trend harga batubara selalu mengalami kenaikan. Dapat dikatakan bahwa PT PEC dalam melakukan bisnis tenaga listrik tidak berani menanggung resiko fluktuasi harga bahan bakar.

Dari ketiga point penekanan perjuangan SP PJB dalam menolak PT PEC sebagai pemilik & pengelola PLTU Paiton 34, maka SP PJB menyerukan kepada public bahwa:

1. Proses tender terbatas yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) tidak transparan & terindikasi ada keberpihakan manajemen PT PLN (Persero) terhadap PT PEC. Proses ini dapat kami katakan sebagai upaya pembohongan public, sehingga cacat hukum. Untuk itu, kami menyerukan agar proses tender tersebut diulang dengan membuka kesempatan kepada semua pihak yang kompeten menangani bisnis pembangkitan tenaga listrik, dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat Indonesia yakni adanya layanan listrik murah, handal dan cepat mengatasi permasalahan krisis energi di Indonesia.

2. Pemerintah harus tegas dan lebih berpihak pada kepentingan Nasional Indonesia daripada kepentingan investor asing, mengingat selama ini sekitar 20% pengeluaran biaya PLN adalah untuk pembelian listrik swasta. Sehingga dapat dikatakan bahwa penikmat subsidi pemerintah yang sebenarnya adalah investor listrik swasta.

3. Common asset facilities milik PT PJB yang sejak tahun 1983 didesain sebagai fasilitas penunjang pada PLTU paiton unit 1,2,3 dan 4 (4 x 400 MW) senilai total Rp. 2,48 Triliun harus termanfaatkan sehingga tidak terjadi potensi kerugian Negara sebesar Rp. 1,24 Triliun.

4. Jika ternyata dalam proses tender ulang, sebagaimana seruan pada point (1) di atas dilakukan karena “tender terbatas” tersebut cacat hukum, maka PT PJB sebagai pemilik common asset facilities sebagaimana disebutkan pada point (3) di atas, harus dilibatkan dalam pemilikan (berupa sharing saham/penyertaan modal) dan atau pengelolaan (O/M) oleh siapapun pemenang tender ulang, agar didapatkan harga jual listrik ke PLN yang paling ekonomis serta paling cepat penyelesaian projectnya agar krisis energi listrik yang terjadi dapat segera teratasi. Common asset facilities yang dimiliki PT PJB dan dapat mendukung keekonomian harga jual listrik & kecepatan penyelesaian project senilai US$ 163/kW (setara dengan 14% nilai asset untuk PLTU batubara yang menggunakan desain mesin Amerika atau Jepang).

5. Informasi yang disampaikan oleh pihak korporat PLN mengenai penandatanganan Power Purchase Agreement (PPA) antara PT PLN (Persero) dengan PT PEC bahwa harga jual listrik swasta sebesar US$ 0,043/kWh selama 30 tahun dengan menggunakan medium rank coal (5000 kCal/kg) dengan asumsi harga batubara US$ 30/Ton adalah merupakan upaya pembohongan public agar seolah-olah harga listrik yang ditawarkan PT PEC sangat murah (lebih murah dari IPP lainnya). Sebagai pembanding, untuk saat ini harga batubara kelas menengah di pasaran berdasarkan Indonesia Coal-Price Index (ICI) mencapai US$ 75,58/Ton, sehingga masyarakat perlu mencermati & mewaspadai adanya upaya dari pihak PT PEC untuk meminta penyesuaian tariff kepada PT PLN (Persero) ataupun Pemerintah RI, sesuai perkembangan harga pasar batubara Internasional. Sedangkan di sisi lain, Tarif Dasar Listrik (TDL) di setting tidak boleh naik hingga Pemilu 2009, sekalipun harga BBM dan Batubara mengalami kenaikan. Dengan adanya pass trough batubara oleh PLN (Pemerintah), maka dapat dikatakan bahwa harga energi listrik sebesar US$ 0,043/kWh hanyalah upaya untuk mengelabuhi masyarakat agar seolah-olah harga listrik swasta memang murah.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar